APA YANG TERLINTAS DI BENAK ANDA SAAT MENDENGAR TALK SHOW KESEHATAN DI TELEVISI?
Informasi kesehatan dalam
acara-acara televisi tanah air memang semakin marak. Namun dikarenakan mengejar
rating dan tuntutan kreatifitas dalam persaingan antar stasiun televisi, telah
memunculkan polemik baru di tengah masyarakat. Diantaranya adalah pendangkalan
logika dan pembodohan terhadap masyarakat.
Khusus mengenai informasi kesehatan,
banyak stasiun televisi menampilkan acara talk show yang di dalamnya termasuk
konsultasi kesehatan via telepon. Pada sesi tersebut banyak hal yang ditanyakan
mengenai kasus penyakit yang diderita si penelepon. Narasumber memberikan
jawaban akan suspect penyakit yang diderita pasien. Mungkin jika jawaban mencakup gejala
secara umum masih bisa di terima. Namun ironisnya sang narasumber yang notabene
merupakan ahli dibidang kesehatan memberikan diagnosa akhir penyakit si
penelpon hanya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar gejala yang
dikeluhkan atau anamnesa. Sebuah diagnosa tegak hanya tidak cukup dengan anamnesa saja.
Masalah yang timbul kemudian
adalah si pasien merasa telah tau penyakit yang diderita tanpa pemeriksaan
lebih lanjut. Sangat di sayangkan seorang ahli yang dijadikan narasumber tadi
telah mempertaruhkan sumpah profesi dengan menyepelekan prosedur-prosedur
penegakan diagnosa yang penulis yakin beliau sangat paham akan hal tersebut.
Sebagai acuan penegakan diagnosa selain anamnesa keluhan pasien, diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang.
Diantaranya pemeriksaan kondisi umum pasien secara langsung, pemeriksaan
laboratorium, jika diperlukan di tambah pemeriksaan x-ray dan banyak
pemeriksaan lainnya yang tidak bisa dilakukan tanpa bertemu langsung dengan
pasien. Yang menjadi pertanyaan, apakah sang narasumber menggunakan kekuatan
supranatural untuk mengetahui secara pasti penyakit yang diderita pasien hanya
via telepon?. Sangat menggelikan jika seorang ahli dalam ilmu medis masih
menggunakan cara-cara primitif. Yang lebih disayangkan juga banyak
ditampilkannya acara-acara serupa namun menggunakan narasumber (yang katanya) ahli
ilmu mistik dan kebatinan untuk mengobati penyakit pasien via telepon. Semakin
terpuruklah masyarakat kita.
Beberapa waktu lalu, di sebuah stasiun tv lokal, seorang penelpon mengeluhkan perawatan giginya oleh dokter A gagal dengan beberapa alasan. Karena dokter A seorang GP atau dokter gigi umum dan narasumber di televisi merupakan spesialis, sang narasumber dengan gampangnya mengatakan bahwa si dokter A telah lakukan malpraktik. CUKUPKAH LAPORAN PASIEN DIJADIKAN ACUAN TANPA PEMERIKSAAN LANGSUNG?
Informasi kesehatan dari media bagi saya cukuplah sebagai "modal" pasien sebagai informasi dasar untuk mendapatkan rujukan dokter yang tepat, bukan keputusan akhir mengetahui penyakit. Pengobatan bisa dilakukan setelah penyakit diketahui. Media sosial, televisi, radio, dan media cetak hanya media lakukan promosi kesehantan pencegahan.
Dari hal di atas ditemukan banyak
kecerobohan dan kelalaian akan acara yang disuguhkan kepada masyarakat hanya
karena ingin mengejar rating dan sponsor. Disadari atau tidak, dunia
pertelevisian dan semua yang terlibat di
dalamnya telah melakukan pembodohan dan pendangkalan logika berfikir bangsa
ini. Semoga pihak-pihak yang terlibat lebih bijak dalam menampilkan acara-acara
edukasi namun tidak menyesatkan.
Regards
Fmoelya, Dds
Tidak ada komentar:
Posting Komentar