Total Tayangan Halaman

Rabu, 17 Oktober 2012

Talk Show Kesehatan Bukan Ajang Tebak-Tebakan Penyakit


APA YANG TERLINTAS DI BENAK ANDA SAAT MENDENGAR TALK SHOW KESEHATAN DI TELEVISI?


Masyarakat Indonesia sangat membutuhkan sarana informasi mengenai  kesehatan baik itu melalui media cetak, elektronik dan berbagai sumber lainnya. Beranjak dari itu, media pertelevisian dan web memegang peranan terbesar dalam memberikan informasi termasuk berbagai informasi kesehatan dikarenakan akses yang lebih mudah didapat oleh seluruh lapisan masyarakat. Di sini saya fokuskan pada media televisi saja.

Informasi kesehatan dalam acara-acara televisi tanah air memang semakin marak. Namun dikarenakan mengejar rating dan tuntutan kreatifitas dalam persaingan antar stasiun televisi, telah memunculkan polemik baru di tengah masyarakat. Diantaranya adalah pendangkalan logika dan pembodohan terhadap masyarakat.
Khusus mengenai informasi kesehatan, banyak stasiun televisi menampilkan acara talk show yang di dalamnya termasuk konsultasi kesehatan via telepon. Pada sesi tersebut banyak hal yang ditanyakan mengenai kasus penyakit yang diderita si penelepon. Narasumber memberikan jawaban akan suspect penyakit yang diderita pasien. Mungkin jika jawaban mencakup gejala secara umum masih bisa di terima. Namun ironisnya sang narasumber yang notabene merupakan ahli dibidang kesehatan memberikan diagnosa akhir penyakit si penelpon hanya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar gejala yang dikeluhkan atau anamnesa. Sebuah diagnosa tegak hanya tidak cukup dengan anamnesa saja.

Masalah yang timbul kemudian adalah si pasien merasa telah tau penyakit yang diderita tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Sangat di sayangkan seorang ahli yang dijadikan narasumber tadi telah mempertaruhkan sumpah profesi dengan menyepelekan prosedur-prosedur penegakan diagnosa yang penulis yakin beliau sangat paham akan hal tersebut.
Sebagai acuan penegakan diagnosa selain anamnesa keluhan pasien, diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang. Diantaranya pemeriksaan kondisi umum pasien secara langsung, pemeriksaan laboratorium, jika diperlukan di tambah pemeriksaan x-ray dan banyak pemeriksaan lainnya yang tidak bisa dilakukan tanpa bertemu langsung dengan pasien. Yang menjadi pertanyaan, apakah sang narasumber menggunakan kekuatan supranatural untuk mengetahui secara pasti penyakit yang diderita pasien hanya via telepon?. Sangat menggelikan jika seorang ahli dalam ilmu medis masih menggunakan cara-cara primitif. Yang lebih disayangkan juga banyak ditampilkannya acara-acara serupa namun menggunakan narasumber (yang katanya) ahli ilmu mistik dan kebatinan untuk mengobati penyakit pasien via telepon. Semakin terpuruklah masyarakat kita.

Beberapa waktu lalu, di sebuah stasiun tv lokal, seorang penelpon mengeluhkan perawatan giginya oleh dokter A gagal dengan beberapa alasan. Karena dokter A seorang GP atau dokter gigi umum dan narasumber di televisi merupakan spesialis, sang narasumber dengan gampangnya mengatakan bahwa si dokter A telah lakukan malpraktik. CUKUPKAH LAPORAN PASIEN DIJADIKAN ACUAN TANPA PEMERIKSAAN LANGSUNG?

Informasi kesehatan dari media bagi saya cukuplah sebagai "modal" pasien sebagai informasi dasar untuk mendapatkan rujukan dokter yang tepat, bukan keputusan akhir mengetahui penyakit. Pengobatan bisa dilakukan setelah penyakit diketahui. Media sosial, televisi, radio, dan media cetak hanya media lakukan promosi kesehantan pencegahan.

Dari hal di atas ditemukan banyak kecerobohan dan kelalaian akan acara yang disuguhkan kepada masyarakat hanya karena ingin mengejar rating dan sponsor. Disadari atau tidak, dunia pertelevisian dan semua  yang terlibat di dalamnya telah melakukan pembodohan dan pendangkalan logika berfikir bangsa ini. Semoga pihak-pihak yang terlibat lebih bijak dalam menampilkan acara-acara edukasi namun tidak menyesatkan.

Regards
Fmoelya, Dds 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar